Tuesday, January 20, 2009

Situs Porno dan Kesehatan Mental

Situs Porno dan Kesehatan Mental


Dari sekitar 1,8 juta warga Indonesia yang sudah mengenal dan mengakses internet, 50% diantaranya ternyata tidak bisa menahan diri untuk tidak membuka situs porno. Demikian yang diungkapkan oleh Richard Kartawijaya, Wakil Presiden Asosiasi Piranti Lunak dan Telematika Indonesia, dalam paparannya pada seminar dies natalis ke-46 Fisipol UGM di Gedung UC, Yogyakarta, Rabu 19/9/2001. Selain mengakses situs porno, menurut Richard, pada 2 - 3 bulan pertama internet lebih banyak digunakan untuk bermain games.

Penggunaan internet untuk mengakses situs-situs porno memang sangat sulit untuk dihindari, mengingat bahwa situs-situs semacam itu tersedia sangat banyak dalam dunia maya tersebut. Menurut hasil penelitian Alvin Cooper (1998) dari San Jose Marital and Sexual Centre, yang tertuang dalam bukunya Sexuality and the Internet: Surfing into the new millennium, seks (baca: situs porno) merupakan topik nomor satu yang dicari para pengguna internet di Amerika. Kenyataan yang ada di Indonesia saat ini tampaknya tidak jauh berbeda. Hal itu terlihat dari masuknya situs-situs porno di search engine sebagai Top 10 Website yang paling banyak dikunjungi.

Dengan melihat jumlah pengakses situs-situs porno di internet yang cenderung meningkat dari hari ke hari, maka perlu diwaspadai dampak penggunaan teknologi tersebut terhadap kesehatan mental dan hubungan interpersonal si user/netter. Para psikolog dan ahli ilmu-ilmu sosial lainnya telah lama menaruh perhatian pada dampak yang ditimbulkan oleh situs-situs porno atau sering disebut juga sebagai "CYBERSEX". Ada dua pandangan yang muncul sehubungan dengan hal tersebut. Pertama, pandangan yang menganggap situs porno mendorong terjadinya hal-hal yang bersifat patologis bagi user. Pandangan ini cenderung berfokus pada perilaku addictive dan compulsive. Kedua, pandangan yang menganggap bahwa situs porno hanya merupakan sarana untuk mengekplorasi dan mencari informasi mengenai masalah-masalah seksual. Dengan kata lain mengakses situs porno merupakan suatu ekspresi seksual.


Patologis


Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa situs porno mendorong terjadinya tindak kriminal dan perilaku seks menyimpang. Menurut penelitian, situs porno memungkinkan user/netter untuk melakukan berbagai komunikasi erotik melalui komputer mulai dari tingkatan yang bersifat godaan atau lelucon porno, pencarian dan tukar-menukar informasi mengenai pelayanan seksual sampai pada diskusi terbuka tentang perilaku seks menyimpang. Selain itu komunikasi melalui internet seringkali digunakan untuk mengeksploitasi pornography yang melibatkan anak-anak dan remaja serta alat yang dipakai untuk menyamarkan identitas seksual seseorang dengan tujuan tertentu.


Penelitian pertama yang menyelidiki kecanduan mengakses situs porno dilakukan Bingham dan Piotrowski (1996). Hasil penelitian mereka yang tertuang dalam Psychological Report berjudul On-line sexual addiction: A contemporary enigma mengungkapkan 4 (empat) karakteristik yang terdapat pada individu pecandu situs porno (addicted to cybersex). Keempat karakteristik tersebut adalah:

* Ketrampilan sosial yang tidak memadai
* Bergelut dengan fantasi-fantasi yang bersifat seksual
* Berkomunikasi dengan figur-figur ciptaan hasil imaginasinya sendiri
* Tidak mampu mengendalikan diri untuk tidak mengakses situs porno

Sementara itu penelitian terhadap perilaku kompulsif dalam mengakses situs porno terungkap bahwa perilaku tersebut didorong oleh faktor-faktor seperti kesepian (loneliness), kurang percaya diri (lack of self-esteem), dan kurangnya pengendalian diri terhadap masalah seksual (lack of sexual self-control).


Ekspresi Seksual


Berbeda dengan pandangan yang menganggap bahwa situs porno mendorong terjadinya masalah yang bersifat patologis, beberapa penulis justru melihat situs porno sebagai tempat yang menyediakan berbagai informasi "supercepat" mengenai masalah-masalah seksual dan sekaligus menawarkan cara-cara yang baru dan tersembunyi (paling tidak user merasa tidak ada orang lain yang tahu) untuk memuaskan keingintahuan seseorang dalam melakukan explorasi seksual. Keberadaan situs porno dinilai dapat membantu pasangan yang mengalami masalah dalam hubungan seksual karena menyediakna berbagai informasi yang terkadang "enggan" untuk dibicarakan secara langsung oleh pasangan tersebut.

Menurut Leiblum (1997) dalam Journal of Sex Education and Therapy berjudul Sex and the net: Clinical implications, situs porno merupakan sarana ekspresi seksual yang memiliki rentangan secara kontinum dari sekedar rasa ingin tahu sampai pada perilaku obsesif. Bagi individu yang memerlukan terapi seksual, media seksual on-line seringkali dianggap dapat mengakomodasi hal-hal yang berhubungan dengan isolasi sosial dan ketidakbahagiaan dalam hidup. Lieblum membedakan 3 (tiga) karakter klinis dari para pengakses situs porno. Ketiga profil tersebut adalah:

*Loners, dimana seseorang (user) menganggap bahwa situs porno dapat menjadi alat untuk mengakomodasi masalah-masalah atau hal-hal yang tidak menyenangkan dalam hidup.

*Partners, dimana situs porno dianggap sebagai bagian dari pasangan hidup si user. Ketika user mengalami masalah dia dapat mencari solusi melalui situs porno

*Paraphilics, dimana seseorang tergantung pada situs porno untuk memberikan stimulasi dan kepuasan seksual.

Berdasarkan pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa jika seseorang hanya menganggap bahwa situs porno sebagai alat untuk mengakomodasikan masalah-masalah seksual saja maka ia tidak bisa digolongkan sebagai seseorang yang memiliki masalah kejiwaan. Pada tahapan berikut di mana pengguna menganggap situs porno sebagai partner yang bisa digunakan sebagai sarana untuk mencari solusi atas permasalahan yang dihadapinya, sebenarnya individu sudah memasuki titik yang rawan untuk menuju ke tahapan berikutnya (Paraphilics), jika ia tidak mampu mengendalikan diri dan tidak segera menyelesaikan masalah yang ada dengan pasangannya. Sama halnya dengan beberapa perilaku adiksi yang lain (misalnya perjudian, alkoholik), maka jika individu sampai masuk ke tahapan ketiga maka dapat dipastikan bahwa ia memiliki masalah kejiwaan yang menyangkut perilaku adiksi.

Dari uraian diatas dapat terlihat bahwa pengguna internet memiliki berbagai tujuan dan alasan dalam mengakses situs porno. Apakah Anda akan menggunakan situs tersebut untuk tujuan-tujuan yang positif demi kebahagiaan hidup Anda dan pasangan Anda atau sebaliknya, semua terserah Anda. Berasumsi bahwa semua pengakses internet memiliki masalah-masalah patologis tentu sangat tidak adil. Namun demikian hal yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai situs porno merupakan "menu harian" dalam mengakses internet. Selain itu bagi Anda yang sudah memiliki pasangan hidup jika mengalami masalah-masalah seksual hendaklah membicarakannya dengan pasangan Anda terlebih dahulu.

Mengingat bahwa di Indonesia sampai saat ini belum ada aturan atau tata cara yang mengatur penggunaan teknologi internet ini, maka kendali sepenuhnya ada ditangan Anda. Situs porno yang sudah demikian marak dalam dunia maya tersebut tidak mungkin lagi dapat diblokir atau dihindari seperti yang pernah dilakukan oleh Departemen Penerangan beberapa tahun yang lalu. (jp)

http://www.e-psikologi.com


Ciri-ciri-si-dia-mungkin-berselingkuh

situs-porno-dan-kesehatan-mental

perselingkuhan

reaksi-emosi-yg-muncul-akibat-perselingkuhan

kapan-pria-menyeleweng-dan-kapan-pria-setia

curhat-antar-keluarga-solusi-pecahkan-konflik

pria-genit-itu-tanda-tandanya

data pengunjung blog angga chen

Pharmacy Directory
Pharmacy Directory